Minggu, 09 Februari 2014

Negara Berpenghasilan Menengah

Merdeka.com - Indonesia saat ini menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi berkat jumlah penduduk usia produktif yang melimpah. Namun, berkah banyaknya penduduk siap kerja ini diyakini pemerintah hanya berlangsung sebentar.
Menteri Keuangan Chatib Basri menghitung, bonus demografi yang positif buat perekonomian hanya bertahan sampai 2025. Lewat masa itu, jumlah penduduk berusia muda akan mengalami penurunan.
Sebelum masa itu terjadi, pemerintah wajib menyediakan pondasi perekonomian sehingga lapangan kerja yang tersedia akan bisa melayani kebutuhan seluruh penduduk.
"Artinya peluang pemerintah waktunya tidak lama, cuma 13 tahun. Kalau tidak, kita bisa berhadapan dengan masalah menuanya populasi walau tidak seberat Jepang," ujarnya selepas mengisi seminar di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (6/2).
Jika pemerintah gagal, maka ancaman jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap) jadi kenyataan. Hal itu sudah dialami Brasil dan Afrika Selatan.
Pada 1980-an, kedua negara itu sudah memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita lebih dari USD 2.000. Akan tetapi, sumber penghasilan keduanya terus saja mengandalkan ekspor bahan baku, terutama minyak dan tambang.
Kini, Brasil maupun Afrika Selatan tingkat ekonominya masih sama dengan Indonesia. "Makanya tidak bisa hidup dalam situasi ini, di mana income hanya dari sumber daya alam dan buruh murah. Akibatnya pertumbuhan ekonomi mungkin terus 5-6 persen, tapi kita tidak bisa masuk dalam pembangunan tahap lanjut," kata Chatib.
Agar cita-cita menghindari middle income trap terwujud, dalam waktu satu dekade mendatang Indonesia wajib mengembangkan teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Hal itu berhasil diupayakan oleh Korea Selatan.
Chatib meyakini, Indonesia bisa meniru Negeri Ginseng itu, tanpa sepenuhnya meninggalkan format ekonomi yang selama ini dijalankan. Dia mencontohkan produksi garmen.
Dulu pengusaha tekstil dan garmen dalam negeri unggul karena buruh murah, dengan harga jual kain terjangkau bagi negara lain. Ke depan, tak bisa lagi cara itu dipakai, karena pesaing di kawasan makin banyak menggunakan pola yang sama misalnya di Bangladesh atau Vietnam.
"Kenapa kita tidak beralih memproduksi batik saja. Di mana di situ ada unsur inovasi. Terbukti orang luar (negeri) bersedia beli batik jutaan, karena memang ada unsur inovasinya," urainya.
[noe]
 
sumber :  http://www.merdeka.com/uang/waspadai-jebakan-negara-berpenghasilan-menengah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar